Assalamu`alaikum wr wb
Selamat Pagi Kesiangan :D
“Katanya anti-hedon-hedon-club
tapi janjian di tempat ginian,” keluh Danu.
Dia melangkah masuk ke dalam. Melirik ke kanan kiri
sekilas, tak didapatinya perempuan yang akan ditemuinya. Dilihatnya kembali
layar ponsel, dia sudah tepat waktu sesuai yang dijanjikan. Di mana perempuan
itu?
***
Pukul sembilan malam, sebuah panggilan masuk ke
ponsel miliknya. Rafael. Nama itu
muncul di layar. Diusapnya sekilas layar ponsel lalu mendekatkannya ke telinga
kanan. Halo?
Satu persatu suara yang sudah tak asing menyapa.
Empat sekawan terhubung dalam satu sambungan telefon. Obrolan ngalor ngidul dimulai. Dari membahas
kegiatan masing-masing sampai progress tulisan satu sama lain. Hangat seperti biasa. Sekali
dua kali, teori-teori ngawur atau becandaan garing dilontarkan.
“Udang galah makan bekicot!” seru salah satu di
antara mereka.
“Artinya?” sahut tiga yang lain.
“Halah bacot!” jawab yang berpantun “Eh, aku baru
teringat ada sesuatu yang kayaknya butuh bantuan kalian.”
“Bantuan apaan?” tanya satu-satunya perempuan di
dalam kumpulan mereka. Dua laki-laki lain menyimak.
“Aku ada diajakin semacam kopdar gitu sama cewek,”
terangnya “tapi aku gak suka ceweknya.”
“Tumben jadi sok selektif gitu?” tanya Rafael.
“Ceweknya agresif. Gak suka aku.”
“Kamu gak suka cewek agresif...atau kebetulan cewek
agresif itu gak sesuai standar cantik versi kamu, Dy?”
“Ini bukan kasus pertama kan, Ra? Kalian sepele sama
kegantengan aku.”
“Kampret!” Sahut Danu.
“Terus-terus, masalahnya gimana soal kopdar tadi?”
“Aku gak mau ambil resiko dengan ketemu dia. Aku
masih sibuk ganti judul ha tapi dia bisa pulak bikin aku setuju ketemuan sore
Sabtu depan.”
“Tumben lemah ko kena nego sama cewek.”
“Sial! Klen mau bantu aku gak nih?”
“Iya mau, bawel. Bantu gimana?” tanya Clara lagi.
“Aku butuh salah satu dari klen nyamar jadi aku
nanti,“ katanya mulai menerangkan rencana “dia cuma ada kontak line aku.
Karena Instagram aku di-private dan
aku emang jarang mainnya belakangan ni, aku jadi punya alibi untuk gak nerima
request-nya dan otomatis dia gak tahu sama sekali muka aku yang mana, tapi aku
tahu dia yang mana. Orangnya real
alias bukan akun siluman. Insya Allah, ini rencana cukup sempurna.”
“Aneh-aneh aja kerjaan ko ni,” kata Danu.
“Dan, nanti ko pakai aja akun line aku untuk satu
hari tu ya. Kalo urusan perempuan kuserahkan sama ko dah cocok kali kan?”
“Eh, kok aku?”
“Sepakat aku sama kau, Re.” Rafael ikut menambahkan.
“Eh, kok ko main sepakat-sepakat aja, Raf?”
“Deal nih
berarti Danu yang gantiin, Dy?”
“Deal!”
***
Danu melangkah ke meja kasir. Melihat daftar menu
sebentar, dia memilih menu urutan ketiga—salah satu kebiasaan random-nya. Setelah menyebutkan
pesanannya, Danu kemudian menyerahkan sejumlah uang. Tak lama, sebuah gelas
plastik bertuliskan “Red” diterimanya. Danu melangkah ke sebuah meja kosong di
dekat dinding kaca.
Udah di mana? ketiknya di kolom pesan. Untuk hari ini, dia
menggunakan akun milik si kampret yang memiliki janji sebenarnya
dengan perempuan yang dikiriminya pesan sekarang. Nama panjang perempuan itu
sedikit sulit dilafalkan namun panggilannya pendek saja; Nay. Foto profil line
Nay menggunakan foto anime—sama kayak
si kampret juga—dengan gambar latar
pemandangan. Ada satu foto di berandanya; foto rame-rame sehingga Danu tidak
tahu benar mana yang Nay. Sebenarnya dia bisa saja mencari info tentang Nay
tapi lantaran ini bukan urusan pribadinya dan dia juga tidak memiliki
ketertarikan tertentu dengan urusan ini, Danu memilih untuk tak terlalu ambil
pusing untuk mencari tahu identitas Nay. Lagipula, tugas utamanya hanya
menyamar sebagai si kampret. Mumpung dia sendiri juga tidak memiliki kegiatan
apa-apa, ini sedikit lebih baik daripada memanjakan dirinya di kasur setiap
kali weekend.
Sudah di
parkiran, balas Nay lima menit
kemudian.
Oh, oke
Aku udah di
dalam
Pake kaos putih
lengan panjang
Duduk dekat
dinding kaca
Gila, gila, gila. Kenapa juga dia mesti ikut
permainan buatan temannya kali ini. Ini sebenarnya keliru. Hanya karena
temannya itu tidak suka dengan perempuan yang katanya agresif, kenapa pula
harus mengiyakan ajakan kopdar. Kan bisa saja temannya itu menolak dengan halus
atau pakai beragam cara. Dia pengen
diskusi empat mata setelah baca tulisan aku di blog, kata temannya saat
menjelaskan rencananya. Huh, tinggal
bilang gak bisa aja kan kelar, di-pending atau apalah gitu. Diminumnya kopi
dingin di gelas lewat sedotan sambil melihat pesan yang tadi dikirimnya telah
dibaca oleh Nay.
“Sudah lama nunggunya?” Seorang perempuan menyapa.
Danu menengadah. Di depannya, berdiri seorang perempuan dengan jilbab merah
muda, wajahnya lumayan cantik.
“Nay?” tanya Danu memastikan. Perempuan itu duduk
terlebih dahulu sambil meletakkan minumannya di atas meja. Dia tersenyum ke
arah Danu.
“Ira,” jawab perempuan itu sambil mengulurkan tangan
“kamu siapa?”
“Eh?”
“Teman kita berdua sepertinya sepemikiran untuk
menyuruh orang lain menggantikan mereka janjian hari ini,” lanjut perempuan
yang mengaku bernama Ira. Danu menyungingkan sebelah bibirnya. Hebat juga
perempuan ini bisa tahu kalau dia cuma pengganti.
“Danu,” ucapnya sambil menjabat tangan Ira. “Gimana
kamu bisa tahu kalau aku ini temennya?”
“Simple aja sih. Aku kebetulan tahu dia yang mana,
makanya aku nyuruh Nay buat iseng ngajakin kopdar.”
“Dan ternyata dia mau.”
“Ya, aku juga gak nyangka sih.”
“Kalian udah saling kenal sebelumnya ya?”
“Aku sama Nay? Kami satu sekolah. Kalo sama dia,
kebetulan temannya dia tu temenan sama aku juga. Temen aku tu sering cerita
soal dia, katanya dia blogger.”
“Ooohh gitu,” ucap Danu.
“Kamu suka nulis juga?” tanya Ira kemudian.
“Iya, kenapa?”
“Aku sama Nay juga suka nulis. Makanya tujuan awal
sebenarnya untuk kopdar ini mau sharing soal
nulis. Aku lihat tulisan di blognya bagus-bagus,”
“Karena ternyata bukan dia yang datang, kayaknya rencana kalian gak berjalan baik ya?”
“Gak juga, kan kamu suka nulis juga. Jadi ya sama
aja, bisa juga kan sharing.”
“Aku gak hebat. Gak bisa buat sharing soal nulis.”
“Sharing kan
gak mesti sama yang hebat,” kata Ira “lagian, kan, namanya sharing. Berbagi. Pengalaman nulis tiap orang kan pasti beda-beda.”
“Iya juga sih.”
Ira dan Nay ternyata merupakan penulis wattpad. Baru mau mulai, katanya. Karena
pernah iseng-iseng cari referensi ke sembarang situs di google, Nay nyasar ke
blog si kampret. Sementara Ira, ketika nanya soal blog rekomendasi, temennya—yang
berteman juga sama si kampret—menyarankan blog si kampret. Dan tahulah setelah
itu dia bahwa mereka satu kampus dan pernah terlibat di satu acara yang sama.
Si kampret ini, kan, juga semi-famous
alias terkenalnya nanggung. Dari situlah Ira, secara sepihak mengenal si kampret.
Setelah hampir dua jam selesai membahas pengalaman
menulis satu sama lain, Ira pamit terlebih dahulu. Danu yang tiba-tiba mager buat pergi ke mana-mana memutuskan
untuk memesan satu gelas minuman lagi untuk duduk lebih lama di sana.
Ketika kembali ke tempat duduknya, seorang perempuan
lain langsung ikut duduk di depannya.
“Clara?”
“Emang beneran cantik ternyata ya,” cerocos Clara, mengabaikan wajah bingung
Danu.
“Ngapain di sini?”
“Pengen liat aja.”
“Sejak kapan ko di sini?”
“Lebih duluan lima menit sebelum kamu kira-kira.”
Jawab Clara menjelaskan “Tadi aku duduk agak
di belakang situ.”
“Ooh. Btw, yang tadi itu temennya. Mereka rencanain
hal yang sama ternyata.”
“Jadi itu tadi bukan si Nay?”
“Bukan.”
“Keren gitu ya, bisa rencananya sama gitu nyuruh orang
lain buat kopdar.”
“Gak ada keren-kerennya.”
“Keren itu Danuuuuu. Lagian kalo dipikir-pikir, ini
namanya bukan kopdar yang kalian lakuin tapi blind date.”
“Blind date
lah godok.”
“Kok ngetren di
antara kalian kalimat godok tu?”
“Auk ah.”
Komentar
Posting Komentar